Gagal SNMPTN Bukanlah Akhir Segalanya

SNMPTN 2017
Image taken from http://www.pikiran-rakyat.com/
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) merupakan tahap seleksi masuk PTN yang pertama. Seleksi ini dilakukan pada waktu para pelajar masih mengemban masa efektif sekolah.

Pastinya, semua orang ingin diterima di SNMPTN. Seleksi tersebut dilakukan hanya dengan mengirim rapor beserta sertifikat-sertifikat prestasi yang pernah diraih oleh siswa. Hanya mengirim, tanpa tes. Enak, bukan? Apalagi, apabila siswa tersebut lolos SNMPTN, ia tidak perlu ketar-ketir hingga mendekati tahun ajaran baru dan tentunya tidak perlu belajar lagi setelah masa liburan seusai UNBK dimulai.

Namun pada kenyataannya, lolos SNMPTN tidak semudah itu. Aku sudah mempersiapkan SNMPTN secara mati-matian. Aku bahkan mengorbankan masa SMAku. Setiap hari aku belajar untuk menjadi yang terbaik di sekolahku. Belajar terasa seperti makanan pokok bagiku. Selama 3 tahun itu pula, aku lebih memilih untuk belajar mati-matian daripada jalan-jalan di mall dan lebih memilih untuk mengerjakan tugas daripada tidur.

Hasilnya memang tidak mengecewakan. Berbagai prestasi baik secara akademik maupun non-akademik berhasil kuraih. Hal itu telah memupuk optimismeku untuk mengikuti SNMPTN. Sayangnya, prestasi tersebut juga membuatku terlalu optimis untuk lolos SNMPTN. Secara tak sadar, aku telah menjadi sosok yang sombong.

Baca juga: Perjuanganku Menuju PTN

Akibat kecongkakan itu, aku melakukan salah satu kesalahan terbesar dalam hidupku: meremehkan Ujian Nasional. Selama ini yang kuketahui, Ujian Nasional hanyalah sebatas ujian untuk memengaruhi kelulusan di SMA. Bahkan, beberapa tahun terakhir ini Ujian Nasional hanya menjadi ujian formalitas. Hal itu didukung pula oleh kenyataan bahwa SNMPTN dari tahun ke tahun tidak pernah menggunakan nilai Ujian Nasional. Bodohnya, saat diminta nomor peserta Ujian Nasional, aku mengira hal tersebut sudah lazim dan hanya digunakan sebagai kelengkapan data. Oleh karena itu, aku mengisinya tanpa berpikir panjang.

Setelah selesai Ujian Sekolah, aku pun berubah drastis dari yang gila belajar menjadi gila bermain game. Selesai Ujian Sekolah Berbasis Nasional (USBN), aku langsung mendownload bermacam-macam game dan film. Pada saat itu, ada waktu sekitar 2 minggu untuk mempersiapkan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Orang tuaku sudah mengingatkan bahwa tidak mungkin Ujian Nasional hanya menjadi ujian formalitas. Orang tuaku berpendapat bahwa nilai UN pasti menjadi pertimbangan seleksi SNMPTN. Namun, aku tidak menghiraukan mereka. Aku menganggap bahwa nilai UN 'tidak mungkin' digunakan sebagai pertimbangan seleksi SNMPTN karena jadwal rilis nilai UN dan pengumuman SNMPTN yang terbilang 'cukup mepet'. Aku pun melanjutkan gaya hidup bersantaiku.

Parahnya lagi, ketika semua teman-temanku sudah mendaftar berbagai macam les bimbel dan membeli buku-buku persiapan SBMPTN, aku malah semakin giat bermain game dan bersantai. Saat orang lain bertanya mengapa aku tidak mempersiapkan tes SBMPTN, aku hanya menjawab: Iya, udah bosen belajar. Semoga keterima SNMPTN lah supaya nggak pusing lagi.

Orang tuaku terheran-heran melihat kelakuanku. Aku yang hanya memikirkan pelajaran, menjadi cuek dengan segala pelajaran. Aku hanya belajar UNBK satu hari sebelumnya karena orang tuaku memaksaku untuk belajar. Belajarlah, ini tinggal terakhir lho, startnya udah bagus masa akhirnya jelek?, kira-kira begitu perkataan orang tuaku. Alhasil, akupun belajar untuk UNBK.

Setelah UNBK terlewati, aku melanjutkan gaya hidup konsumerismeku. Setiap hari pekerjaanku di rumah hanya tidur, makan, main game, nonton, dan begitu seterusnya. Menjelang pengumuman SNMPTN, aku tidak merasa deg-degan ataupun penasaran. Kesombonganku telah melewati batas.

Saat hari H pengumuman SNMPTN, aku datang ke sekolah untuk melihat kondisi sekolahku. Pada waktu itu, sekolahku baru saja mengikuti lomba perpustakaan sekolah. Berhubung aku merupakan mantan anggota perpustakaan, aku pun penasaran dengan kondisi perpustakaanku sekarang. Setelah melihat kondisi sekolah dan bersilaturahmi, aku pun makan siang di belakang sekolah sembari berbincang dengan temanku, seorang adik kelas yang juga memiliki cita-cita yang sama denganku.

Waktu itu, pengumuman SNMPTN tinggal beberapa menit lagi. Temanku sangat antusias melihat pengumuman SNMPTNku. Singkat cerita, sisa waktu pengumuman SNMPTN menunjukkan waktu 00:00, yang berarti aku sudah bisa melihat pengumuman SNMPTNku. Saat kubuka pengumumannya..

Pengumuman SNMPTN

Aku tidak memercayai apa yang kulihat. Aku me-refresh halaman pengumuman berkali-kali, hasilnya tetap saja sama. Anda dinyatakan tidak lulus seleksi SNMPTN 2017, begitulah kalimat yang terpampang di halaman pengumuman SNMPTNku. Temanku juga tidak memercayai hal tersebut. Coba refresh lagi, mungkin salah masukin nomor SNMPTN atau tanggal lahir, ucapnya. Namun, nasi sudah menjadi bubur, Tuhan telah menghukumku karena kesombonganku. Setelah membaca pengumuman itu, aku langsung pamit pulang kepada temanku. Kepalaku tertunduk malu, berharap tidak berpapasan dengan guruku.

Sesampainya di rumah, aku membuka pintu dengan muka lesuku. Ada apa?, tanya ibuku. Aku tidak menjawab beliau. Kegagalanku di SNMPTN telah memukulku dengan telak. Aku hanya membalasnya dengan muka lesu. Setelah itu, aku langsung masuk kamar dan mengunci diriku semalaman. Orang tuaku menyuruhku makan, namun aku tidak menghiraukannya. Teman-teman dan guru-guruku mengirimkanku kata-kata penyemangat, namun aku hanya dapat membalas mereka dengan ucapan terima kasih.

Malam itu, perasaanku bercampur aduk. Kecewa, sedih, menyesal, ragu, semuanya bercampur menjadi satu. Aku hanya bisa merenung. Mengapa ini semua terjadi? Mengapa aku terlalu sombong?. Mengapa, mengapa, dan mengapa, sepanjang malam aku memikirkan itu. Penyesalan tak berujung menghantuiku sepanjang malam itu. Setelah agak lama merenung, aku pun tertidur.

Aku dibangunkan oleh mimpiku. Aku bermimpi bahwa aku hanya akan menjadi orang yang gagal apabila aku terus terpuruk. Aku bermimpi orang tuaku menyemangatiku. Pagi itu waktu menunjukkan pukul 4 pagi. Aku merenung cukup lama, berpikir apa yang bisa kulakukan sekarang. Tiba-tiba, sesuatu terlintas di pikiranku: OH IYA, masih ada SBMPTN! Aku pun bersiap-siap dan langsung menuju tempat bimbel favorit di daerahku. Kebetulan, pada waktu itu temanku sudah lolos SNMPTN, sehingga ia bersedia memberikan sisa jatah lesnya kepadaku.

Sisa waktuku kudedikasikan untuk mempersiapkan tes SBMPTN. Aku mencermati setiap detil hari-hariku agar aku tidak mengulangi kesalahan yang sama. Aku tidak ingin mengulangi kesalahanku lagi, yaitu meremehkan hal-hal yang penting. Dan, Voila! Meskipun dengan waktu yang terbilang 'mepet', aku berhasil lolos SBMPTN dan masuk di salah satu universitas terbaik di Indonesia, yaitu Universitas Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, aku lolos di jurusan favoritku, yaitu Fakultas Kedokteran. Apabila waktu membuka pengumuman SNMPTN aku me-refresh halaman pengumuman berkali-kali karena tidak percaya bahwa aku tidak lolos, kini aku me-refresh halaman pengumuman SBMPTN berkali-kali karena tidak percaya bahwa aku lolos! Tuhan telah memberiku kesempatan kedua. Dan syukurlah, kali ini aku tidak menyia-nyiakannya.

Begitulah pengalamanku yang gagal SNMPTN. Ingat! Apapun yang terjadi, jangan menyerah! Simak juga perjuangan SBMPTNku di sini

Salam Blogger!😁

Comments